Ada 2 sebab yg membuat
orang tak tergerak untuk berubah. Yang pertama adalah impiannya kurang kuat,
yang kedua tidak kepepet. Dua hal tersebut yang seringkali disebut orang
sebagai motivasi.
Kesalahan fatal yang
timbul oleh sebagian besar motivator ataupun trainer motivasi lainnya adalah
hanya menggunakan impian
sebagai 'iming-iming' untuk menggerakkan audiens.
"Apa
Impian anda? Siapa yang impiannya punya mobil mewah? Rumah mewah? Atau bahkan kapal
pesiar?"
Memang, saat di ruang
seminar, mereka sangat terbawa dan termotivasi oleh sang motivator. Tapi
masalahnya, sepulang dari seminar, mereka dihantam kemalasan, mungkin juga
halangan-halangan bahkan seringkali oleh orang- orang yang mereka sayangi. Apa
jadinya? Mereka tetap diam ditempat. Contoh yang kedua, ada seorang salesman
yang bekerja di suatu perusahaan. Seperti perusahaan lainnya, mereka menerapkan
sistem bonus. "Jika anda mencapai target yang telah ditentukan, maka anda
akan mendapat bonus jalan-jalan keluar negeri!" kata managernya.
"Gimana,
semangat?" lanjut manager berinteraksi.
"Semagaat..ngat..ngat!" sambut
salesman, sambil mengepalkan tangannya seolah siap tempur. Bulan demi bulan pun
berlalu tanpa pencapaian target. Kemudian si manager bertanya,
"Apa bonus yang aku tawarkan kurang
besar?".
"Enggak kok Pak, cukup besar,
mudah-mudahan bulan depan tercapai Pak". Setelah 3 bulan masa
'iming-iming' tak berhasil, si manager mulai mengubah strategi. Dia berteriak
agak menekan di dalam meetingnya,
"Pokoknya, jika anda tidak bisa
mencapai target penjualan yang sudah saya tetapkan, anda saya PECAT!".
Nah, keluarlah keringat dingin si salesman. Sekeluar dari ruangan dia langsung
menyambangi calon-calon customernya, kerjanyapun semakin giat. Malas, malu,
nggak pe-denya hilang seketika. Kok bisa? Karena KePePet! Yang dia pikirkan,
jika dia tidak dapat memenuhi target, dia akan dipecat. Jika dipecat,
penghasilannya akan nol.
"Trus anak istriku makan apa?"
pikirnya. Anehnya, target penjualan yang selama ini tidak pernah tercapai, bisa
juga terlampaui. Itulah yang disebut The Power of Kepepet. 97% orang
termotivasi karena Kepepet, bukan karena iming-iming. Maka dari itu ada pepatah
mengatakan bahwa "Kondisi
Kepepet adalah motivasi terbesar di
dunia!". Banyak perusahaan mengkampanyekan Visi besarnya kepada seluruh
karyawannya. Apa jawab mereka? "Emang gua pikirin!". Bukannya salah
karyawan yang tidak peduli terhadap visi perusahaan, tapi karena visi itu tak
terlihat oleh karyawan. Mereka lebih termotivasi oleh sesuatu yang berupa
ancaman, baik situasi dimasa mendatang ataupun berupa punishment.
John P. Kotter (Harvard Business Review)
mengemukakan " Establishing Sense of Urgentcy" adalah langkah pertama
untuk menggerakkan perubahan dalam suatu organisasi. Dengan melihat
ancaman-ancaman terhadap kompetisi dan krisis, membuat mereka tergerak, sebelum
mengkomunikasikan "VISI". "Jika rasa sakit terhadap kondisi
sekarang tidak kuat, orang tak akan beranjak untuk berubah" Jadi analisa
kembali kehidupan Anda sekarang ini. Jika Anda tidak mengubahnya, rasa sakit
atau kerugian apa yang akan Anda dapatkan dimasa mendatang. Saran saya, jika
Anda berada di zona yang sangat nyaman untuk tidak berubah (tidak melihat ancaman),
ciptakan sedikit trigger (challenge) misalnya berupa penambahan investasi rumah.
Jangan beli rumah yang sesuai dengan kemampuan bayar Anda, tapi 'sedikit lebih'
dari kemampuan Anda sekarang. Nah, dengan begitu Anda mau nggak mau dipaksa
untuk mencari penghasilan tambahan atau mengurangi porsi pengeluaran yang tidak
penting. Langkah kedua baru pikirkan nilai investasi itu 5 sampai 10 tahun mendatang,
mungkin bisa sebagai solusi pembiayaan uang sekolah anak Anda kelak. Dengan meletakkan
porsi dan posisi The Power of Kepepet dan Iming-iming secara tepat, InsyaAllah
kita akan selalu termotivasi. FIGHT!
Sumber : Jaya Setiabudi,
Pendiri Entrepreneur Association
Coach Entrepreneur Camp
Terimakasih Ayah, Telah
Menunjukkan Kepada Saya Betapa Miskinnya Kita Suatu ketika seseorang yang
sangat kaya mengajak anaknya mengunjungi sebuah kampung dengan tujuan utama
memperlihatkan kepada anaknya betapa orang-orang bisa sangat miskin.
Mereka menginap
beberapa hari di sebuah daerah pertanian yang sangat miskin.
Pada
perjalanan pulang, sang Ayah bertanya kepada anaknya.
"Bagaimana
perjalanan kali ini?"
"Wah,
sangat luar biasa Ayah"
"Kau
lihatkan betapa manusia bisa sangat miskin" kata ayahnya.
"Oh
iya" kata anaknya
"Jadi,
pelajaran apa yang dapat kamu ambil?" tanya ayahnya.
Kemudian
si anak menjawab.
"Saya
saksikan bahwa :
Kita hanya punya satu anjing, mereka
punya empat. Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ke tengah taman kita
dan mereka memiliki telaga yang tidak ada batasnya. Kita mengimpor
lentera-lentera di taman kita dan mereka memiliki bintang-bintang pada malam
hari.
Kita
memiliki patio sampai ke halaman depan, dan mereka memiliki cakrawala secara utuh.
Kita memiliki sebidang tanah untuk
tempat tinggal dan mereka memiliki ladang yang melampaui pandangan kita. Kita
punya pelayan-pelayan untuk melayani kita, tapi mereka melayani sesamanya. Kita
membeli untuk makanan kita, mereka menumbuhkannya sendiri. Kita mempunyai
tembok untuk melindungi kekayaan kita dan mereka memilikisahabat-sahabat untuk
saling melindungi."
Mendengar hal ini sang Ayah tak dapat
berbicara.
Kemudian
sang anak menambahkan "Terimakasih Ayah, telah menunjukkan kepada saya
betapa miskinnya kita."
Betapa seringnya kita melupakan apa yang
kita miliki dan terus memikirkan apa yang tidak kita punya. Apa yang dianggap
tidak berharga oleh seseorang ternyata merupakan dambaan bagi orang lain. Semua
ini berdasarkan kepada cara pandang seseorang. Membuat kita bertanya apakah
yang akan terjadi jika kita semua bersyukur kepada Tuhan sebagai rasa terima
kasih kita atas semua yang telah disediakan untuk kita daripada kita terus
menerus khawatir untukmeminta lebih.
Keteledoran
Joe Stoker
Joe Stoker adalah
seorang mekanik kereta api. Sebenarnya, ia termasuk orang yang bersahabat
dan ramah. Oleh karena itu, ia amat disukai oleh penumpang-penumpang dan
pegawai-pegawai kereta api lainnya. Hanya sayangnya, di balik sikapnya yang baik
itu, Joe adalah seorang yang kurang bertanggung jawab pada pekerjaan dan sering
menyepelekan dan sering menunda-nunda pekerjaannya. Lebih dari itu, ia juga seorang
peminum whiski. Banyak orang, termasuk keluarga dan sahabatnya menasehatinya
untuk berhenti minum whiski. Tetapi, tiap kali ada yang menegurnya,
ia selalu bilang,
“Terima kasih. Saya tidak apa-apa kok. Saya hanya minum sedikit
dan
itu tidak ada pengaruhnya!”
Pada suatu malam, salju turun dengan
lebatnya. Malam itu Joe kebetulan bertugas di atas kereta api yang sedang
berjalan. Tiba-tiba, ada berita, bahwa kereta api lain akan datang terlambat.
Sambil menunggu, Joe mulai menggerutu dan mengeluh karena berarti ia dan rekan-rekannya
harus menunggu lebih lama, menunggu kereta lain lewat. Untuk mengisi waktu,
diam-diam Joe mulai mengeluarkan botol whiskinya dan meminumnya. Beberapa saat
kemudian, Joe mulai agak mabuk. Ia mulai tertawa-tawa dengan senang, sementara
kondektur maupun masinis, hanya bisa melihat dengan prihatin padanya. Setelah
kereta berjalan beberapa saat, tiba-tiba keretea itu berhenti. Tutup silinder
kereta api tiba-tiba terlepas.
Sementara dalam waktu tidak lama lagi, kereta
api cepat akan melalui rel yang sama dari belakang. Kondektur, dengan secepat kilat
berlari ke arah Joe dan memerintahkannya untuk memasang lampu merah dan membawanya
berjalan ke sepanjang rel di belakang. Namun, tukang rem yang agak mabuk ini
tertawa dan berkata, "Ah, jangan tergesa- gesa. Kan katanya agak
terlambat. Jadi masih ada waktu!” Kondektur itu menjawab dengan
sungguh-sungguh, "Joe, ini sangat penting, jangan ditangguhkan satu menitpun.
Kereta api cepat akan segera tiba dan saat itu mungkin kita sudah terlambat
terlambat memberitahu!"
"Baiklah," kata Joe dengan ogah-ogahan. Sementara si kondektur sibuk
mengurusi lokomotifnya, si Joe tukang rem itu, tidak langsung mengerjakan
tugasnya. Dengan tenang, ia mengenakan jasnya terlebih dahulu. Lalu menghabiskan
satu sloki whiski lagi untuk menghangatkan badannya. Kemudian, barulah
perlahan-lahan ia mengambil lentera merah dan dengan melenggang santai ia berjalan
sambil bersiul sepanjang rel. Belum sampai sepuluh langkah, ia mendengar suara
tanda kedatangan kereta api cepat. Ia mulai berlari dan berlari menuju ke arah kerata
api cepat itu. Tetapi semuanya sudah terlambat.
Joe mencoba melambaikan lenteranya.
Tapi, terlalu dekat jaraknya bagi kereta cepat untuk berhenti. Sesaat kemudian,
terdengar besi-besi berat saling bertubrukan. Lokomotif kereta api cepat
menabrak gerbong-gerbong yang sedang berhenti. Segera badan gerbong dan
lokomotifnya menjadi ringsek, gerbong-gerbongpun hancur dan terhantam keras
keluar dari relnya, diiringi teriakan para penumpang yang lebur binasa,
bercampur dengan suara desis uap yang keluar lepas. Malam yang bisu itu menjadi
saksi kecelakaan tabrakan antar kereta api yang menelan begitu banyak korban
jiwa.
Bagaimana dengan Joe Stoker?. Saat orang
mencarinya, Joe sudah menghilang. Malam harinya Joe ditemukan di sebuah lumbung
dalam keadaan tidak waras, ia melambai-lambaikan lentera seakan-akan di
depannya ada kereta api, sambil berteriak-teriak, "Ah, seandainya saya
lakukan. seandainya saya lakukan. seandainya"
Seberapa sering kita menunda pekerjaan
kita karena berpikir bahwa masih ada banyak waktu??Sekarang adalah waktu
terbaik, disaat kita masih mempunyai kesempatan, segeralah melakukan tindakan
agar tidak di kemudian hari kita tidak berkata
"seandainya..... seandainya"